ALI bin Abi Thalib, pemuda muhajirin
sekaligus sepupu Rasulullah yang
kisahnya begitu erat dengan kisah
cinta lelaki sejati. Semua orang pasti
setuju, bahwa pria Muslim sejati itu
adalah dia yang bisa mencintai
setangguh dan seanggun Ali. Cinta Ali
pada Fatimah Az Zahra, putri
Rasulullah, terus ditulis dari generasi
ke generasi sebagai lambang kisah
cinta yang agung.
Cinta Ali pada Fatimah bukan hanya
sebatas cinta seperti kebanyakan
pemuda saat ini, cinta Ali pada
Fatimah adalah cinta tulus yang
dibalut kesabaran dan keikhlasan
tingkat tinggi. Hingga akhirnya Sang
Maha Tinggi sendirilah yang menulis
akhir kisah cinta mereka. Lalu
sebagai pemuda Islam, apa sajakah
langkah mencintai wanita seperti Ali?
1. Cinta Ali adalah Kesabaran
Ali tidak mengenal Fatimah secara
tiba-tiba. Mereka tumbuh bersama.
Berteman sejak kecil. Jadi jika
ditanya siapakah pemuda yang paling
mengenal Fatimah, tentu jawabannya
adalah Ali. Entah sejak kapan benih-
benih cinta itu tumbuh di hati Ali, tapi
melihat pribadi Fatimah, kurasa kita
sepakat kalau gadis satu ini bisa
membuat lelaki mana pun jatuh cinta
padanya. Lihat saja tatkala Rasulullah
pulang dengan tubuh bersimbah isi
perut unta, Fatimah sambil menangis
membersihkan pakaian ayahnya. Ia
kemudian menghadang para kafir
Quraisy dan membela ayahnya tanpa
takut sedikit pun. Pantas saja jika
Fatimah menjadi putri kesayangan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Kurasa, salah satunya, hal seperti
inilah yang membuat Ali diam-diam
mencintainya. Apakah Ali langsung mengungkapkan cintanya seperti yang dilakukan pemuda sekarang? O, tidak. Ali masih belum seberani itu menemui
Rasulullah untuk meminta Fatimah,
sementara dirinya sendiri adalah
pemuda miskin yang tidak punya apa-
apa. Tapi entahlah, ketika Ali
mendengar Fatimah dilamar Abu
Bakar, dadanya bergetar. Ia
merasakan perih. Saat itu Ali
membatin, Ternyata Allah sedang
mengujiku. Ali bertekad akan ikhlas. Memang Abu Bakar bukan kerabat Nabi seperti dirinya, tapi seluruh penduduk Makkah tahu seperti apa kedekatan Abu Bakar dan Nabi. Saat hijrah pun, Rasulullah memilih berangkat ditemani Abu Bakar, sedangkan Ali diminta menjaga tempat tidur. Abu Bakar punya
kedudukan yang jauh lebih mulia.
Lihat saja sederet nama orang-orang
terkemuka yang masuk Islam melalui
Abu Bakar, belum lagi sederet budak
yang dibebaskan. Ah, Abu Bakar
memang pantas untuk Fatimah. Selagi
Fatimah bahagia, Ali merasa bukan
suatu masalah. Tapi ternyata, lamaran
lelaki semulia Abu Bakar ditolak
Rasulullah. Ali pun bertanya-tanya,
seperti apa kriteria menantu yang
diharapkan Rasulullah?
2. (Lagi) Cinta Ali adalah Kesabaran
Kini kesempatan bagi Ali untuk
memperistri Fatimah masih terbuka. Ia
kembali mempersiapkan diri. Tapi
tidak disangka, kabar mengejutkan
kembali datang. Fatimah telah dilamar
oleh sahabat Nabi yang lain, yaitu
Umar bin Khattab, lelaki yang dijuluki
Al Faruq alias pemisah antara
kebenaran dan kebatilan ternyata juga
jatuh hati pada putri Rasulullah yang
satu ini. Lagi-lagi Ali bertekad untuk
ikhlas. Dibandingkan lelaki seperti Umar,
siapalah Ali ini. Benar Umar masih
tergolong baru sebagai Muslim, tapi
siapa pula yang menyangsikan
kesetiaan, keberanian, dan
kekuatannya dalam membela Islam?
Hanya ada satu orang yang bisa
menyamai kedudukan Umar, yaitu
Hamzah paman Nabi. Ali tidak ada
apa-apanya. Lihat saja saat berhijrah, Ali harus mengendap-ngendap keluar dari kota Makkah, bahkan dia hanya berani berjalan di malam gelap gulita saja. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Sementara Umar? Lelaki ini justru naik ke atas Kakbah lalu berkata
dengan lantang, Hari ini putra Al
Khatab akan berhijrah. Barangsiapa
yang ingin istrinya menjanda, anaknya
menjadi yatim, atau ibunya berkabung
tanpa henti, silakan hadang Umar di
balik bukit ini! Ah, benar sekali. Dinilai dari sisi mana pun, Umar lebih pantas menjadi suami Fatimah. Selagi Fatimah
bahagia, sungguh ini bukan suatu
masalah. Tapi tahukah, ternyata
lamaran lelaki sehebat Umar juga
ditolak oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Ali semakin heran,
seperti apakah lelaki yang ditunggu
Rasulullah untuk dinikahkah dengan
Fatimah? Apa seperti Usman sang
miliarder, suami Ruqayyah? Atau
seperti Abul Ash ibn Rabi sang
saudagar Quraisy, suami Zainab? Dua
menantu Rasulullah itu membuat Ali
hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya
Abdurrahman ibn Auf yang setara
dengan dua menantu Nabi tersebut.
Atau justru Nabi ingin mengambil
menantu dari Anshar untuk
mengeratkan kekerabatan dengan
mereka? Sad ibn Muadzkah, sang
pemimpin Aus yang tampan dan
ilegan. Atau Sad ibn Ubaidah,
pemimpin Khazraj yang lincah penuh
semangat? Entahlah, Ali tidak bisa
menentukan siapa tepatnya.
3. Cinta Ali adalah Keberanian
Kenapa bukan kamu saja yang
mencoba, Wahai Ali? Kami punya
firasat engkaulah yang ditunggu
Rasulullah. Ucap teman-teman
Ansharnya.
Aku hanya pemuda miskin. Ali
menjawab.
Kami ada di belakangmu. Semoga
Allah menolongmu.
Akhirnya setelah mengumpulkan
segenap keberanian yang dimiliki, Ali
bertamu pada Rasulullah. Pada
awalnya Ali tidak yakin pada dirinya
sendiri, tapi kemudian ia bertekad
untuk mengungkapkan apa yang
selama ini terpendam di hati. Engkau
pemuda sejati, wahai Ali! Begitu
nuraninya mengingatkan. Pemuda
yang siap bertanggung jawab atas
cintanya. Pemuda yang siap memikul
risiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha
Kaya.
Dan siapa sangka, lamaran Ali
dijawab dengan kata Ahlan wa Sahlan
yang bermakna Selamat Datang. Kata
ini diucapkan Rasulullah bersamaan
dengan senyuman yang sangat indah.
Tapi Ali, ah, ia justru tidak paham
maksud ucapan Rasulullah. Ali pun
pulang dan kemudian ditanyai oleh
teman-temannya, Bagaimana jawaban
Rasulullah?
Entahlah. Jawab Ali.
Entahlah bagaimana?
Rasulullah menjawab Ahlan wa
Sahlan. Menurut kalian itu sebuah
jawaban? tanya Ali polos.
Aduh, kawan. Kamu ini payah sekali.
Itu artinya lamaranmu diterima. Ahlan
saja sudah bagus, ini ditambah wa
sahlan pula. Teman-temannya
tertawa, memukul pundak Ali, dan
bergantian mengucapkan selamat.
Dan pada akhirnya, sejarah mencatat,
Ali bin Abi Thalib menikahi Fathimah
binti Muhammad. Kisah cinta Ali
membuat semua orang berdecak
kagum. Tidak heran jika Arab memiliki
sebuah yel-yel Laa fatan illa Aliyyan!
Tak ada pemuda kecuali Ali!. Cinta Ali
bukanlah cinta yang mementingkan
dirinya sendiri. Bukan cinta yang
dipenuhi ambisi ingin memiliki. Cinta
Ali adalah cinta yang sanggup
mengikhlaskan. Cinta yang
berlandaskan tanggung jawab dan
tujuan yang benar.
Lalu Fatimah, tahukah kamu bahwa
dalam sebuah riwayat disebutkan, ia
pernah berterus terang pada
suaminya, Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu
kali jatuh cinta pada seorang pemuda.
Ali kaget bukan main, Kalau begitu
mengapa engkau mau menikah
denganku? dan Siapakah pemuda itu?
Sambil tersenyum Fatimah berkata,
Ya, karena pemuda itu adalah dirimu.
Ah, kisah yang indah. Bahkan kisah
cinta fiksi melegenda sekelas Romeo
dan Juliet, Laila dan Majnun, Jack dan
Rosse, pun tidak bisa menandingi.
Untukmu para lelaki, Ali adalah
teladan paling baik dalam urusan
mencintai. Jika wanita itu ditakdirkan
untukmu, bersyukurlah. Tapi
terkadang ada beberapa hal di dunia
yang berjalan tanpa bisa kita
kendalikan, salah satunya cinta dan
jodoh. Kita mencintai seseorang,
bukan berarti dialah yang ditakdirkan
Allah sebagai pasangan hidup.
Sampai kiamat, jodoh akan tetap
menjadi misteri. Tak seorang pun bisa
menentukan siapa jodohnya sebelum
ijab qabul diucapkan. Jika memang
kamu tidak ditakdirkan berjodoh
dengan seseorang yang dicinta, ikhlas
adalah jalan terbaik, bukan malah
meneror wanita tersebut, atau lebih
buruk, kamu akhiri hidupmu sendiri.
Aku tahu seperti apa sakitnya, tapi
percayalah, itu tidak akan lama.
Semakin bertambahnya waktu,
insyaAllah kamu akan melupakannya.
Semoga siapapun yang saat ini
sedang mencintai, ia bisa mencintai
dengan niat yang benar, sebenar niat
Ali pada Fatimah.
0 Response to "3 Cara Cintai Wanita Setangguh Ali bin Abi Thalib"
Posting Komentar