Kisah Kematian Ali bin Abi Thalib

Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ali bin Abu Thalib, "Wahai Ali! Barangsiapa mencintaimu, sesungguhnya ia telah mencintaiku. Barangsiapa membencimu,

sesungguhnya ia membenciku. Wahai Ali, sesungguhnya aku melihatmu tidak akan mati, hingga jengot ini dicelup dengan darah." Maka, Ali R.A. pun mengetahui bahwa dirinya akan mati terbunuh.

Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya, "Wahai Ali, sesudahku nanti engkau akan ditimpa kepayahan yang amat sangat." Ia lantas bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah agamaku akan selamat?" Nabi Muhammad SAW menjawab, "Ya, agamamu akan selamat." Ia berkata lagi, "Kalau begitu, aku tak peduli."

Pada suatu hari, Nabi Muhaammad SAW bertanya kepadanya, "Wahai Ali, tahukah kamu siapa orang yang paling celaka?" Ia berujar, "Wahai Rasulullah, orang yang paling celaka adalah orang yang menyembelih Unta Shalih." Nabi Muhammad SAW kemudian berkata, "Itu adalah orang-orang terdahulu. Tahukah kamu siapa orang paling celaka dari orang-orang yang hidup saat ini?" Ali RA. menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau Rasulullah SAW bersabda, "Ia adalah orang yang membunuhmu."

Benar, masa kekhalifahan Ali RA. memang sangat berat. Hal itu karena pembangkangan penduduk Syam dan Irak, juga karena fitnah-fitnah yang banyak terjadi pada masa kekhalifahannya. Setiap hari musibah semakin berat, krisis membelitnya, dan ia merasakan ajalnya semakin dekat.

Ia berkata: Kencangkanlah ikat pinggangmu untuk menjemput kematian/Sesungguhnya kematian akan mendatangimu/Janganlah engkau berkeluh kesah dari kematian/ Jika telah berhenti gurunmu/ Tiga orang dari golongan khawarij telah bersekongkol hendak membunuh Ali bin Abu Thalib, Mu'awiyah bin Abu Sufyan dan Amru bin Ash. Ketiganya pun hendak dibunuh pada hari yang sama, yaitu pada hari ke-17 dari bulan Ramadhan. Mereka bersepakat bahwa Abdurrahman bin Miljam-lah yang akan membunuh Ali RA.

Ibnu Miljam mengasah pedangnya selama 40 hari. Lalu, sampailah ia ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan seorang wanita Khawarij yang membuatnya merasa kagum terhadapnya. Ia kemudian meminangnya dan wanita tersebut meminta mahar berupa kepala Ali bin Abu Thalib.

Ali bin Abu Thalib merasa bahwa ajalnya sudah dekat. Sehari ia makan pagi di tempat Al-Hasan, sehari berikutnya di tempat Al-Husain, dan sehari lagi di tempat Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib. Ia tidak makan melainkan hanya dengan beberapa suapan saja. Tatkala ia ditanya tentang hal itu, ia menjawab, "Aku lebih suka bertemu dengan Allah dalam keadaan lapar hingga aku dapat merasakan nikmatnya berjumpa dengan Rabb-ku."

Pada hari ke-17 dari bulan Ramadhan, seperti biasanya ia bangun dari tidurnya kemudian mengerjakan salat malam. Setelah itu, ia keluar untuk mengerjakan salat subuh bersama kaum muslimin. lalu, terdengarlah suara ayam berkokok hingga para wanita terbangun dan hendak mengusir ayam-ayam tersebut. Ali RA berkata, "Biarkan mereka. Mereka tengah mengabarkan kematian kepadaku."

Lalu, ia pun keluar. Sesampainya di luar, ia diserang dan disabet beberapa kali dengan pedang oleh Ibnu Miljam. Pukulan itu begitu keras hingga jenggotnya berlumuran darah.

Sesudah itu, Ali tersenyum seraya berkata, "Benar kata Rasulullah." Amirul Mukminin lantas dibawa kerumahnya. Abdurrahman bin Miljam didatangkan kehadapannya dalam keadaan tangannya terikat di belakang. Ali RA kemudian berkata kepadanya, "Apa yang mendorongmu berbuat seperti itu? Tidakkah aku telah berbuat baik kepadamu?" Ibnu Miljam lantas menjawab,

"Pedangku ini telah kuasah selama empat puluh malam yang akan kupergunakan untuk membunuh orang yang paling jahat." Ali RAkemudian berkata lagi, "Justru kamu yang akan dibunuh dengannya.

Ali RA kemudian berkata kepada anak- anaknya, "Muliakan dan berbuat baiklah kepadanya. Jika aku hidup, aku tahu pendapatku tentangnya. Dan jika aku mati maka bunuhlah ia dengan pedang itu dan janganlah kalian menyalibnya, serta janganlah kalian membunuh seorang pun selainnya. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas."

Selama dua hari keadaan Amirul Mukminin sangat lemah dan tidak sepatah kata pun terucap dari mulutnya, kecuali hanya kalimat "La Ilaha Ilallah." Lalu, ia pun wafat dan dikafani oleh Al-Hasan dan Al-Husain kemudian dikuburkan di Kufah.

Setelah itu Al-Hasan diangkat menjadi Khalifah. Hal itu hanya berlangsung enam bulan saja. Kemudian ia melepaskan kekhalifahan kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan hingga fitnah berakhir secara sempurna, dan tahun tersebut dinamakan dengan Tahun Jama'ah. []

Sumber: Jejak Para Khalifah. Oleh: Amru Khalid. Hal. 236-239

0 Response to "Kisah Kematian Ali bin Abi Thalib"

Posting Komentar

visitor


How Many People Visit
How Many People Visit