Senin, 26 Desember 2016
Sahabat Nabi
Kisah Kematian Ali bin Abi Thalib
Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ali bin Abu Thalib,
"Wahai Ali! Barangsiapa mencintaimu,
sesungguhnya ia telah mencintaiku.
Barangsiapa membencimu,
sesungguhnya ia membenciku.
Wahai Ali, sesungguhnya aku
melihatmu tidak akan mati, hingga
jengot ini dicelup dengan darah."
Maka, Ali R.A. pun mengetahui bahwa
dirinya akan mati terbunuh.
Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW
berkata kepadanya, "Wahai Ali,
sesudahku nanti engkau akan ditimpa
kepayahan yang amat sangat." Ia
lantas bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah agamaku akan selamat?" Nabi
Muhammad SAW menjawab, "Ya,
agamamu akan selamat." Ia berkata
lagi, "Kalau begitu, aku tak peduli."
Pada suatu hari, Nabi Muhaammad
SAW bertanya kepadanya, "Wahai Ali,
tahukah kamu siapa orang yang paling
celaka?" Ia berujar, "Wahai Rasulullah,
orang yang paling celaka adalah orang
yang menyembelih Unta Shalih." Nabi
Muhammad SAW kemudian berkata,
"Itu adalah orang-orang terdahulu.
Tahukah kamu siapa orang paling
celaka dari orang-orang yang hidup
saat ini?" Ali RA. menjawab, "Allah
dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui." Beliau Rasulullah SAW
bersabda, "Ia adalah orang yang
membunuhmu."
Benar, masa kekhalifahan Ali RA.
memang sangat berat. Hal itu karena
pembangkangan penduduk Syam dan
Irak, juga karena fitnah-fitnah yang
banyak terjadi pada masa
kekhalifahannya. Setiap hari musibah
semakin berat, krisis membelitnya,
dan ia merasakan ajalnya semakin
dekat.
Ia berkata: Kencangkanlah ikat
pinggangmu untuk menjemput
kematian/Sesungguhnya kematian
akan mendatangimu/Janganlah
engkau berkeluh kesah dari kematian/
Jika telah berhenti gurunmu/
Tiga orang dari golongan khawarij
telah bersekongkol hendak membunuh
Ali bin Abu Thalib, Mu'awiyah bin Abu
Sufyan dan Amru bin Ash. Ketiganya
pun hendak dibunuh pada hari yang
sama, yaitu pada hari ke-17 dari bulan
Ramadhan. Mereka bersepakat bahwa
Abdurrahman bin Miljam-lah yang
akan membunuh Ali RA.
Ibnu Miljam mengasah pedangnya
selama 40 hari. Lalu, sampailah ia ke
Kufah dan di sana ia bertemu dengan
seorang wanita Khawarij yang
membuatnya merasa kagum
terhadapnya. Ia kemudian
meminangnya dan wanita tersebut
meminta mahar berupa kepala Ali bin
Abu Thalib.
Ali bin Abu Thalib merasa bahwa
ajalnya sudah dekat. Sehari ia makan
pagi di tempat Al-Hasan, sehari
berikutnya di tempat Al-Husain, dan
sehari lagi di tempat Abdullah bin
Ja'far bin Abu Thalib. Ia tidak makan
melainkan hanya dengan beberapa
suapan saja. Tatkala ia ditanya
tentang hal itu, ia menjawab, "Aku
lebih suka bertemu dengan Allah
dalam keadaan lapar hingga aku dapat
merasakan nikmatnya berjumpa
dengan Rabb-ku."
Pada hari ke-17 dari bulan Ramadhan,
seperti biasanya ia bangun dari
tidurnya kemudian mengerjakan salat
malam. Setelah itu, ia keluar untuk
mengerjakan salat subuh bersama
kaum muslimin. lalu, terdengarlah
suara ayam berkokok hingga para
wanita terbangun dan hendak
mengusir ayam-ayam tersebut. Ali RA
berkata, "Biarkan mereka. Mereka
tengah mengabarkan kematian
kepadaku."
Lalu, ia pun keluar. Sesampainya di
luar, ia diserang dan disabet beberapa
kali dengan pedang oleh Ibnu Miljam.
Pukulan itu begitu keras hingga
jenggotnya berlumuran darah.
Sesudah itu, Ali tersenyum seraya
berkata, "Benar kata Rasulullah."
Amirul Mukminin lantas dibawa
kerumahnya. Abdurrahman bin Miljam
didatangkan kehadapannya dalam
keadaan tangannya terikat di
belakang. Ali RA kemudian berkata
kepadanya, "Apa yang mendorongmu
berbuat seperti itu? Tidakkah aku
telah berbuat baik kepadamu?"
Ibnu Miljam lantas menjawab,
"Pedangku ini telah kuasah selama
empat puluh malam yang akan
kupergunakan untuk membunuh orang
yang paling jahat." Ali RAkemudian
berkata lagi, "Justru kamu yang akan
dibunuh dengannya.
Ali RA kemudian berkata kepada anak-
anaknya, "Muliakan dan berbuat
baiklah kepadanya. Jika aku hidup,
aku tahu pendapatku tentangnya. Dan
jika aku mati maka bunuhlah ia
dengan pedang itu dan janganlah
kalian menyalibnya, serta janganlah
kalian membunuh seorang pun
selainnya. Sesungguhnya, Allah tidak
menyukai orang yang melampaui
batas."
Selama dua hari keadaan Amirul
Mukminin sangat lemah dan tidak
sepatah kata pun terucap dari
mulutnya, kecuali hanya kalimat "La
Ilaha Ilallah." Lalu, ia pun wafat dan
dikafani oleh Al-Hasan dan Al-Husain
kemudian dikuburkan di Kufah.
Setelah itu Al-Hasan diangkat menjadi
Khalifah. Hal itu hanya berlangsung
enam bulan saja. Kemudian ia
melepaskan kekhalifahan kepada
Mu'awiyah bin Abu Sufyan hingga
fitnah berakhir secara sempurna, dan
tahun tersebut dinamakan dengan
Tahun Jama'ah. []
Sumber: Jejak Para Khalifah. Oleh:
Amru Khalid. Hal. 236-239
0 Response to "Kisah Kematian Ali bin Abi Thalib"
Posting Komentar