BANYAK orang yang membuka
pidatonya dan menyampaikan salam
menurut 4 agama:
Assalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh, Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu, Namo Buddhaya
Tindakan pejabat tinggi Indonesia
dalam mengucapkan salam dalam
berbagai versi agama itu sudah
seringkali terdengar. Bagi kaum
Hindu, Om Swastyastu memang
ucapan ibadah dalam agama Hindu.
Dr. Adian Husaini, dalam Catatan Akhir
Pekan-nya di Hidayatullah Online
menyebutkan bahwa Seorang Hindu
menjelaskan tentang makna Om
Swastyastu sebagai berikut:
Salam Om Swastyastu yang
ditampilkan dalam bahasa Sansekerta
dipadukan dari tiga kata yaitu: Om,
swasti dan astu. Istilah Om ini
merupakan istilah sakral sebagai
sebutan atau seruan pada Tuhan Yang
Mahaesa. Om adalah seruan yang
tertua kepada Tuhan dalam Hindu.
Setelah zaman Puranalah Tuhan Yang
Mahaesa itu diseru dengan ribuan
nama. Kata Om sebagai seruan suci
kepada Tuhan yang memiliki tiga
fungsi kemahakuasaan Tuhan. Tiga
fungsi itu adalah, mencipta,
memelihara dan mengakhiri segala
ciptaan-Nya di alam ini. Mengucapkan
Om itu artinya seruan untuk
memanjatkan doa atau puja dan puji
pada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita
kata Om ini dinyatakan sebagai
simbol untuk memanjatkan doa pada
Tuhan. Karena itu mengucapkan Om
dengan sepenuh hati berarti kita
memanjatkan doa pada Tuhan yang
artinya ya Tuhan.
Setelah mengucapkan Om dilanjutkan
dengan kata swasti. Dalam bahasa
Sansekerta kata swasti artinya
selamat atau bahagia, sejahtera. Dari
kata inilah muncul istilah swastika,
simbol agama Hindu yang universal.
Kata swastika itu bermakna sebagai
keadaan yang bahagia atau
keselamatan yang langgeng sebagai
tujuan beragama Hindu. Lambang
swastika itu sebagai visualisasi dari
dinamika kehidupan alam semesta
yang memberikan kebahagiaan yang
langgeng.
Itulah penjelasan Hindu tentang
ucapan salam khas Hindu, Om
Swastyastu. Dari penjelasan itu
tampak, bahwa ungkapan salam Hindu
itu sangat terkait erat dengan konsep
Tuhan dan sembahyang dalam agama
Hindu. Jadi, kata Om dalam agama
Hindu berarti Ya Tuhan.
Dalam buku kecil berjudul
Sembahyang, Tuntunan Bagi Umat
Hindu karya Jro Mangku I Wayan
Sumerta (Denpasar: CV Dharma Duta,
2007), disebutkan sejumlah contoh
doa dalam agama Hindu yang diawali
dengan kata Om, seperti doa sebelum
mandi: OM, gangga di gangga prama
gangga suke ya namah swaha.
Meskipun sama-sama menyatakan
bertuhan SATU, agama-agama
memiliki konsep Tuhan yang berbeda-
beda tentang Yang Satu itu. Kaum
Hindu, misalnya, mempunyai konsep
dan juga sebutan-sebutan untuk Tuhan
mereka secara khas. Dalam buku
karya Ngakan Made Madrasuta
berjudul Tuhan, Agama dan Negara
(Media Hindu, 2010), dijelaskan
perbedaan konsep Tuhan antara Hindu,
Kristen, Yahudi, dan Islam. Tentu saja
penjelasan itu dalam perspektif Hindu.
Menurut penulis buku ini, Tuhan dalam
agama Hindu, yakni Sang Hyang Widhi
tidak dapat disebut Allah.
Disimpulkan oleh penulis buku ini:
Membangun toleransi bukan dengan
mencampuradukkan pemahaman
tentang Tuhan, tetapi sebaliknya justru
dengan mengakui perbedaan itu.
Dalam pengertian ini, Krishna bukan
Kristus, Sang Hyang Widhi bukan
Allah! (hal. 33).
Misalnya, tentang perbedaan antara
Kristus dan Krishna dijelaskan: Ingat
Hindu tidak percaya akan dosa asal,
tidak percaya dengan Adam dan Hawa,
dan Krishna juga tidak mati di kayu
salib. Krishna datang ke dunia sebagai
Avatara, bukan untuk menebus dosa,
tetapi untuk menegaskan kembali
jalan menuju moksha (empat yoga itu)
terutama karma yoga. Jadi manusia
sendiri harus aktif untuk memperoleh
keselamatannya. Tidak perlu akal
yang terlalu kritis untuk membedakan
misi keberadaan Kristus dengan
Krishna di dunia ini. (hal. 31).
Kaum Hindu juga sangat
membanggakan konsep Tuhan mereka
yang bersifat pantheistik dan bukan
monotheistik. Lebih jauh buku terbitan
Media Hindu ini menyatakan:
Monotheisme mengajarkan kebencian
dan kekerasan, memecah belah
manusia ke dalam apartheid orang
beriman versus orang kafir. Tuhan
pemecah belah. Pantheisme
mengajarkan hal-hal sebaliknya;
penghormatan terhadap seluruh
makhluk hidup, semua manusia
adalah satu keluarga, ahimsa, welas
asih, Tuhan pemersatu. (hal. 214).
Untuk membanggakan agama Hindu
sebagai agama yang lebih hebat dari
agama Yahudi, Kristen, dan Islam,
buku ini juga memberikan gambaran
yang tidak sepenuhnya benar tentang
ajaran Islam. Dalam bab berjudul
Agama-agama Langit Kualitasnya
Jauh di Bawah Hindu ditulis
ungkapan-ungkapan sebagai berikut:
Hakikat manusia adalah dosa (Yahudi/
Kristen) atau budak Allah (Islam).
Artinya agama-agama ini memandang
manusia secara sangat negatif. Untuk
membuat manusia tetap percaya
kepada Tuhan dan agennya dan taat
beribadah, ia terus diancam dengan
kiamat, siksa neraka bahkan termasuk
pembunuhan di dunia ini. Di samping
itu, agar manusia terus memerlukan
Tuhan, Tuhan menciptakan dan
memelihara setan untuk menggoda
manusia.
Sebagai budak manusia tidak memiliki
kebebasan. Hidupnya ditentukan
secara sepihak dan sewenang-
wenang oleh Tuhannya, pemilik
budak-budak itu. Karena Tuhan
bermukim jauh di langit, kekuasaan
Tuhan itu didelegasikan atau
diasumsikan oleh para agennya,
apakah dengan sebutan nabi, rasul,
sultan, atau paus. Kebebasannya
digantungkan pada seorang tokoh
pendiri agama. Kematian Yesus
menyelamatkan semua pengikutnya.
Muhammad, pada waktu Pengadilan
Akhir, merekomendasikan siapa dari
pengikutnya masuk sorga atau neraka,
dan Allah hanya mengikuti
rekomendasi itu. Keselamatan mereka
semata-mata karena iman. Bukan
karena perbuatannya. Etika tidak
perlu. Ini tentu saja merupakan
ketidakadilan rangkap dua
Tujuan tertinggi manusia menurut
agama-agama ini adalah sorga di
mana mereka hidup abadi dengan
badannya, yang berasal dari badan
yang hina, tempat pencabulan, kata
Paulus, salah satu pendiri agama
Kristen. Bahkan di dalam sorga salah
satu agama ini, dijelaskan secara
rinci bagaimana hidup untuk
memenuhi nafsu birahinya, terutama
seks, tanpa batas. Sorga menjadi
tempat pesta orgi yang menjijikkan.
(hal. 217-218).
Itulah pandangan Hindu yang pada
realitasnya tidak bisa disatukan
dengan konsep tauhid dalam Islam.
Sehingga mengucapkan salam Om
Swastyastu adalah tidak
diperbolehkan. Selain itu, salam Om
Swastyastu juga merupakan syiar
agama lain yang mana umat Islam
diharamkan untuk menyebarkannya.
Mengucap salam Om Swastyastu yang
merupakan ciri khas keagamaan
Hindu merupakan bentuk tasyabbuh bil
kufar yang haram. Dari Ibnu Umar,
Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka dia
termasuk bagian dari mereka. (HR.
Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031)
Lantas, bagaimana hukum
mengucapkan salam
Assalamualaikum untuk sekelompok
orang yang terdiri dari orang Islam dan
non Islam? Dari Usamah radhiyallahu
anhu, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam pernah melewati suatu majelis
yang di situ bercampur antara muslim,
orang musyrik -penyembah berhala-,
dan orang Yahudi. Lalu Nabi
shallallahu alaihi wa sallam memberi
salam kepada mereka. (HR. Bukhari
no. 6254 dan Muslim no. 1798). Imam
Nawawi rahimahullah menyebutkan
disunnahkan jika melewati majelis
yang bercampur antara Muslim dan
non Muslim untuk tetap mengucapkan
salam untuk maksud umum dengan
diniatkan salam tersebut untuk
Muslim. (Al Adzkar, hal. 464).
Nah, bagaimana jika terhadap orang
non Islam yang di situ tidak ada orang
Islamnya sama sekali? Bolehkah
memberi salam, Assalamualaikum?
Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Zadul
Maad jilid 2 halaman 424 menuliskan
bahwa sebagian ulama membolehkan
untuk mendahului non muslim dalam
memberi salam demi kemashlahatan
yang kuat dan nyata amat diperlukan,
atau karena kwatir dari ulah non
muslim itu, atau karena adanya
hubungan kekerabatan dengan
mereka. Atau karena sebab-sebab lain
yang seperti itu.
Imam Al-Qurtubi menyebutkan nama
beberapa ulama salaf yang
membolehkan memberi salam kepada
non Muslim. Di anataranya Ibnu
Masud,Hasan Al Basri, An Nakhai, dan
Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Hajar Al
Asqalani menyebutkan di dalam
kitabnya Fathul Bari bahwa Abu
Umamah dan Ibnu Uyainah
berpendapat sedemikian.
Sementara itu, ulama lain menyatakan
tidak boleh memberi salam
berdasarkan hadis berikut. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, Rasul
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Jangan kalian mengawali
mengucapkan salam kepada Yahudi
dan Nashrani. Jika kalian berjumpa
salah seorang di antara mereka di
jalan, maka pepetlah hingga ke
pinggirnya. (HR. Muslim no. 2167).
0 Response to "Bolehkah Umat Muslim Mengucapkan Salam "Om Swastiastu"?"
Posting Komentar