DALAM catatan sejarah kota
Yatsrib, sebelum berganti nama
menjadi madinah, penduduk kota ini
mengikuti agama berhala, seperti
yang ada di Mekah. Penduduk
Yatsrib sangat mengagungkan
berhala Manat. Karena ajaran agama
mereka tidak memiliki kitab,
membuat mereka suka meniru
budaya agama lain, yang mereka
anggap lebih berperadaban.
Terutama budaya yahudi, nasrani,
dan persia.
Sebelum islam datang di Madinah,
masyarakat kota ini telah memiliki
hari raya yang dimeriahkan dengan
permainan, makan-makan, dst. kala
itu, hari raya mereka menganut
tradisi orang majusi di Persia. Hari
raya itu adalah Nairuz dan Mihrajan.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu
menceritakan, Saya mendatangi
kalian dan kalian memiliki dua hari
raya, yang kalian jadikan sebagai
waktu untuk bermain. Padahal Allah
telah menggantikan dua hari raya
terbaik untuk kalian; idul fitri dan
idul adha. (HR. Ahmad 13164).
Nairuz nama persinya Nauruz.
Dialih bahasakan ke arab menjadi
Nairuz. Kata Nauruz merupakan
gabungan dari kata Nau dan Ruz. Nau
(new) artinya baru. Sementara Ruz
(Roj) artinya hari. Gabungan dua
kata ini bermakna hari baru.
Perayaan Nauruz di Persi,
diperingati setiap tahun, sebagai hari
raya tahun baru mereka. Dalam
perhitungan kalender masehi, hari
Nairuz bertepatan dengan tanggal 21
Maret.
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang
dirayakan penduduk madinah, isinya
hanya bermain-main dan makan-
makan. Sama sekali tidak ada unsur
ritual sebagaimana yang dilakukan
orang majusi, sumber asli dua
perayaan ini. Namun mengingat dua
hari tersebut adalah perayaan orang
kafir, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam melarangnya. Sebagai
gantinya, Allah berikan dua hari raya
terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Kita sepakat, tahun baru masehi
bukan tradisi islam. Bahkan
perayaan ini datang dari orang kafir.
Sebagian referensi menyebutkan,
tahun baru merupakan pesta warisan
dari masa lalu yang dahulu
dirayakan oleh orang-orang Romawi.
Mereka (orang-orang Romawi)
mendedikasikan hari yang istimewa
ini untuk seorang dewa yang
bernama Janus, The God of Gates,
Doors, and Beeginnings. Janus
adalah seorang dewa yang memiliki
dua wajah, satu wajah menatap ke
depan dan satunya lagi menatap ke
belakang, sebagai filosofi masa
depan dan masa lalu, layaknya
momen pergantian tahun.
Namun apapun itu, larangan Nabi
shallallahu alaihi wa sallam di atas,
mencakup semua kegiatan perayaan
yang bukan tradisi islam. Termasuk
memriahkan tahun baru masehi.
Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur
Baits]
0 Response to "Ternyata Perayaan Tahun Baru Ada Sejak Zaman Nabi?"
Posting Komentar