Minggu, 25 Desember 2016
Sahabat Nabi
Air Mata Keinsafan dari Sudut Mata Umar
MARI kita mengambil air dari
sumber mata air keinsafan agar
hidup semakin tergugah. Ketika air
mata menderas membasahi wajah
dan hati kita, ini pertanda hadirnya
saraf insaf. Pertobatan dan
kesadaran yang puncak. Maka, di
saat inilah segala sesuatu yang
selama ini telah menggembok jiwa
menjadi terbuka, menghasilkan
kekuatan yang siap untuk melejitkan
potensi yang diri.
Sebijak mata air keinsafan, mari kita
belajar dari pengalaman. Lantaran
pengalaman mengajarkan.
Menyajikan sesuatu yang terbaik
untuk kita. Meski kita menjadi bodoh
jika selalu menyimpan anggapan
bahwa untuk mengambil pelajaran
dari suatu pengalaman kita harus
mengalaminya.
Bukankah Allah telah menjelaskan
kisah masa lalu untuk kita jadikan
pengajaran. Dan ketika Allah
mengabarkan apa yang akan terjadi
esok, bukankah itu rambu-rambu
sekaligus cita yang diharapkan
manusia? Seperti kisah Umar bin
Khaththab masuk Islam. Berwatak
keras dan bertubuh tegap, ciri khas
Umar. Tak heran sebelum masuk
Islam kaum Muslimin mendapatkan
perlakukan kasar darinya.
Sebenarnya perang batin itu
bergemuruh selalu, antara
mengagungkan ajaran nenek
moyang, senang hiburan dan mabuk-
mabukan, dengan kekagumannya
terhadap ketabahan kaum Muslimin
dalam mempertahankan keyakinan.
Sejernih mata air keinsafan. Melihat
adik perempuannya Fatimah dan
sang suami Saad bin Zaid memeluk
Islam, naik pitamlah Umar. Namun
dari sikap beringas Umar kepada
dua anggota keluarganya itu pula tak
lama kemudian pintu hidayah
terbuka untuknya. Hatinya tergetar
membaca kalam Ilahi yang
lembarannya dipegang oleh Fatimah.
Umar bergegas seraya
menggenggam pedang menemui
Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam. Setelah berada di
hadapannya, bertanyalah Rasulullah
seraya memegang baju dan gagang
pedang Umar. Engkau, wahai Umar,
akankah terus begini hingga
kehinaan dan azab Allah diturunkan
kepadamu sebagaimana yang
dialami oleh Walid bin Mughirah? Ya
Allah inilah Umar bin Khaththab,
kokohkanlah Islam dengannya.
Derai air mata keinsafan terus
mengalir di sudut-sudut mata Umar
mendengar kalimat-kalimat yang
terhunus untuknya. Hatinya terus
bergejolak memastikan
kebenarannya karena ia tahu yang
berucap adalah Muhammad sang al-
amin. Sederas air mata keinsafan,
Umar lalu berucap, Aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan yang
disembah selain Allah, dan Engkau
adalah Rasulullah.
Sejernih mata air keinsafan. Sekasar
tamparan dan tendangan Umar
kepada orang-orang yang
dicintainya tak mampu
menundukkan keimanannya, bahkan
ia sendiri tersadarkan. Sekeras
Umar akhirnya luluh mendengar
firman-Nya. Maka dalam setiap
perubahan yang terjadi pada
manusia keinsafan adalah pintunya.
Adapun air mata keinsafan
menandainya. Inilah momentum
seseorang akan bangkit dari
keterpurukannya.
Seperti Khalid bin Walid tersadar
dengan masa lalunya. Seperti
ketertarikan para tukang sihir raja
Firaun yang akhirnya beriman
mengikuti Musa. Seperti kita yang
akan mengambil hikmah atas
kesalahan-kesalahan masa lalu.
0 Response to "Air Mata Keinsafan dari Sudut Mata Umar"
Posting Komentar