SETELAH nyawa dicabut dan
ditempatkan di kuburan, iman dan
perbuatan baik kita menghasilkan
cahaya yang secara otomatis
menerangi kegelapan kuburanyang
akan memberikan kenyamanan di
alam kubursampai Hari Kiamat.
Di tempat-tempat di mana ada
pemadaman listrik, begitu banyak
iklan beredar untuk menawarkan
lampu darurat, berupa generator,
kompor gas dan apa pun yang
menawarkan solusi instan untuk
mengatasi pemadaman listrik yang
dapat dipastikan akan merugikan si
pengguna listrik, terutama dalam hal
materi.
Di mana pun pemadaman listrik
begitu dirasakan sangat mengganggu
segala aktivitas. Listrik, kini sudah
menjadi kebutuhan pokok manusia.
Bukan hanya individu, tapi juga
segala sektor kehidupan, termasuk
bisnis dan industriyang tentunya
menghasilkan lembaran rupiah.
Manusia begitu tergantung pada
listrik. Karenanya, mereka berani
membayar mahal untuk suatu alat
yang kiranya bisa mengatasi
masalah ini.
Berbagai keluhan dilontarkan, dan
dimuat di berbagai media guna
menunjukkan betapa sabar dan
tolerannya mereka menghadapi
pemadaman listrik yang sedang
berlangsung. Mesi mereka mengeluh
akibat terlalu banyak
ketidaknyamanan yang dialami,
kehilangan jam kerja, kerugian
dalam bisnis, namun semua orang,
mau tidak mau akhirnya menerima,
bahkan beberapa jam tanpa listrik.
Sebagai solusi, ketika terjadi
pemadaman listrik, secara otomastis
lampu darurat akan mengambil alih
tanggungjawab untuk memberikan
cahaya. Dan, generator lah yang
akan mengambil alih untuk
memberikan listrik.
Lampu darurat yang kita beli harus
dicolokkan dulu ke pusat listrik
untuk mengisi baterai, sehingga
ketika kita mengalami kegagalan
atau pemadaman listrik, secara
otomatis mereka aktif dan
memberikan cahaya. Bagi kondisi
darurat ini, lampu darurat sangat
bermanfaat untuk penerangan dalam
waktu cukup lama.
Sementara itu, kita tidak melihat apa
pun yang terjadi ketika baterai
sedang diisi. Yang kita tahu bahwa
sesuatu yang sangat penting sedang
kita beri asupan energi listrikyang
kelak akan memberikan manfaat
ketika ada kegelapan. Kita memiliki
jaminan bahwa saat pemadaman
terjadi, ada kekuatanlampu darurat
yang akan segera aktif. Namun jika
tidak terpasang dengan baik, sampai
kapan pun penerangan pun tidak
akan kita dapatkan. Kita akan tetap
dalam kegelapan ketika ada
pemadaman listrik.
Begitu pun dengan pemadaman yang
terjadi pada kehidupan manusia
kelak di alam kuburyang sudah pasti
akan dialami setiap makhluk yang
bernyawa.
Ketika lampu hidup kita dimatikan,
ketika kita mendapat jatah dari Sang
Pencipta berupa kematian, sebanyak
dokter ahli dihadirkan, tentu tidak
akan bisa memberikan sedikit pun
pengobatan yang menyembuhkan,
atau penerangan untuk sekadar
menemani mereka ketika di alam
kuburyang begitu gelaptertutup
tanah, kembali pada pangkuan Sang
pemberi Kehidupan, Allah Swt.
Lantas, sudahkah kita bertanya pada
diri sendiri, Apa yang sudah kita
persiapkan untuk penerangan alam
kubur, ketika terjadi pemadaman
listrik (nyawa dicabut)? Apa yang
akan terjadi ketika hidup kita
dimatikan secara permanen dan kita
harus memasuki kegelapan kubur?
Di sini, dalam kehidupan dunia ini,
kita memiliki lampu darurat dan
generator. Tapi hal yang sama tidak
akan menjadi bantuan kepada yang
lain dalam kubur. Tidak ada yang
akan mengambil lampu darurat
untuk menerangi kuburnya.
Jadi ketika kita tidak bisa mentolerir
beberapa jam kegelapan, bagaimana
kita akan dapat mentolerir kegelapan
kubur?
Ketika kita tidak bisa menerima
kerugian materi akibat pemadaman
listrik (yang bisa jadi hanya
sementara), bagaimana kita dapat
menerima kerugian spiritual terus-
menerus akibat pemadaman cahaya
iman dalam hati kita, karena
mengumbar dosa; yang
konsekuensinya sangat merugikan
dan merusak kehidupan dunia kita
dan lebih dari itu, kehidupan kita
setelah kematian?
Pelajaran yang kita ambil dari lampu
darurat dan generator, ini sejatinya
sedang dituntut untuk suatu tujuan,
yakni memberikan penerangan
pentingterutama saat amat sangat
dibutuhkan ketika berada dalam
kondisi gelap. Untuk mendapatkan
alat ini, kita perlu biaya yang tidak
murah, dan juga perlu kesabaran
yang tidak sebentar untuk
menghasilkan dan menyimpan
energi listrik di dalamnya.
Demikian juga, dengan manusia
kelak di alam kubur. Kita perlu
'biaya' untuk memberikan cahaya
alam kubur. Sayangnya, cahaya ini
tidak bisa kita beli dengan setumpuk
uang atau ditukar dengan tingginya
jabatan. Tapi, hanya bisa ditukar
secara rohani, yakni dengan amal
saleh selama kita masih diberi
kesempatan berbuat amal, selama
nyawa kita belum dicabut. Imbalan
ini akan jelas terlihat ketika cahaya
hidup kita dimatikan, sekali dan
untuk semua.
Hati kita mengandung "iman"
sebagai pembangkit atau baterai
yang perlu dihubungkan ke colokan
ilmu dan dikenakan (biaya),
sementara 'lampu darurat'
dibebankan dengan berbagai jenis
amal saleh, seperti salat, zakat,
puasa, zikir, tilawah, akhlak yang
baik, dan sebagainya.
Setelah nyawa dicabut dan
ditempatkan di kuburan, iman dan
perbuatan baik kita menghasilkan
cahaya yang secara otomatis
menerangi kegelapan kuburanyang
akan memberikan kenyamanan di
alam kubursampai Hari Kiamat. Jika
kita memiliki "iman" sebagai baterai
yang benar (tidak rusak), bisa
digunakan sebagai lampu darurat'
dengan perbuatan mulia. Namun jika
kita menghabiskan hidup dalam
kegelapan dosa, kubur akan menjadi
tempat berkumpulnya aib, dan kita
pun mau tidak mau pasti akan
menerima konsekuensinya berupa
ruangan kubur yang gelap.
Sebelum listrik mengalir ke rumah-
rumah atau tempat-tempat para
penghuninya, tentunya membutuhkan
pembangkit listrik. Kemudian
disalurkan melalui jalur transmisi ke
sub-stasiun dan tiang listrik.
Setelah itu, melalui 'jalur distribusi',
listrik baru bisa memasuki rumah
kita.
Begitu pun dengan jalur listrik
seseorang guna mencapai
penerangan alam kubur. Allah
mengutus Rasul-nya sebagai
pembimbing, dilanjutkan dengan
para Sahabat, Tabiin, Tabiin-Tabiaat,
dan ulama, yang kemudian
melakukan pekerjaan
'mendistribusikan' cinta dan ilmu
Allah Ta'ala ke dalam hati orang-
orang supaya mereka tetap dalam
koridor listrik yang benar, sehingga
tidak konslet.
Melalui bimbingan mereka, niscaya
kita akan dengan mudah mengisi diri
kita sendiri secara rohani. Mereka
membimbing kita untuk berbuat baik,
beramal saleh, dan sesuai tuntunan
Ilahi dan Rasul-Nya.
Menariknya, untuk mendapatkan
bimbingan rohani, untuk
mendapatkan lampu darurat ini, tak
jarang, para ulama itu tidak
membebankannya dengan unsur
materi. Dengan kata lain kita bisa
memperolehnya secara gratis.
Dengan upaya inidi mana kita
memelihara iman dan mengisi diri
kita dengan perbuatan baik,
kematian menjadi "hadiah" bagi
orang percaya seperti yang
dijelaskan dalam hadits. Sudah
selayaknya, umat Islam tidak
memiliki rasa takut pada kematian.
Sebab, ketika mati, kita membawa
generator dari Iman dan cinta untuk
menjumpai Allah Swt. dan Rasul
Nya, serta "lampu darurat " dari
amal saleh.
Bukankah dengan tabungan
generator listrik itu, berarti kita
memiliki harapan dan jaminan, yang
kelak (Insya Allah) akan menyala
terang ketika kita memasukinya?
Wallahu Alam.
0 Response to "Sudahkan Kita Persiapkan Penerangan Alam Kubur?"
Posting Komentar