Sabtu, 28 Januari 2017
info islam
Siapa Bilang Imlek bukan Ritual Agama?
SALAH satu fenomena akhir zaman,
yang dialami umat Islam, membeo
kepada orang kafir dalam tradisi dan
kebiasaan ciri khas mereka.
Termasuk turut memeriahkan hari
raya mereka. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
Sungguh kalian akan mengikuti
kebiasaan kaum sebelum kalian,
sama persis sebagaimana jengkal
tangan kanan dengan jengkal tangan
kiri, hasta kanan dengan hasta kiri.
Sampai andaikan mereka masuk ke
liang biawak, kalian akan
mengikutinya. (HR. Bukhari 3456,
Muslim 2669 dan yang lainnya).
Meskipun konteks hadis ini
berbicara tentang orang yahudi dan
nasrani, tapi secara makna
mencakup seluruh kebiasaan kaum
muslimin yang mengikuti tradisi dan
budaya yang menjadi ciri khas orang
kafir. Bagaimana dengan hari raya
imlek?
Mereka yang turut memeriahkan hari
ini, mencoba memberikan alasan,
(disimpulkan dari status seorang
dosen di salah satu universitas
Islam di indonesia, yang terpampang
di facebook). Hari raya ini
dimeriahkan karena menyambut
kehadiran tahun baru dan tidak ada
sangkut pautnya dengan agama
tertentu. Dalam perayaan imlek,
mereka tidak mengikuti ritual ibadah
apapun. Mereka hanya turut
memeriahkan dengan menghiasai
rumah dan jalanan dengan warna
merah.
Untuk menjawab dua alasan ini, mari
kita simak beberapa catatan berikut:
Pertama, kita sepakat bahwa imlek
merupakan tradisi orang non muslim
cina. Kita tegaskan sebagai tradisi
orang kafir cina, karena hari raya ini
dilatar belakangi ritual agama
Khonghucu. Dalam wikipedia
dinyatakan,
Imlek adalah religi dan tradisi
Konfucian (Rujiao / Kongjiao).
Kalender Imlek (Yinli) adalah
kalender yang dihitung mulai dari
tahun lahirnya Nabi Kongzi tahun
551 SM. Karena awal tahunnya
dimulai dari awal kelahiran Sang
Nabi, maka kalender Imlek juga
disebut Khongcu-lek.
Data ini kita anggap cukup untuk
menegaskan bahwa tahun baru
imlek, bukan perayaan karena latar
belakang dunia, sebagaimana
layaknya hari kemerdekaan, tapi
murni perayaan yang
dilatarbelakangi ideologi agama
tertentu. Sehingga anggapan bahwa
imlek tidak ada sangkut pautnya
dengan agama tertentu adalah
anggapan yang jelas bertentangan
dengan realita sejarah.
Dengan demikian, turut
memeriahkan hari raya ini, apapun
bentuknya, meskipun hanya
memerahi depan rumah, berarti kita
telah melanggar ancaman yang
dinyatakan dalam hadis dari Ibnu
Umar radhiyallahu anhuma, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, Siapa yang meniru
kebiasaan satu kaum maka dia
termasuk bagian dari kaum tersebut.
(HR. Abu Daud 4031 hadis shahih).
Termasuk melanggar larangan yang
disebutkan dalam keterangan dari
Abdullah bin Amr bin Ash, Siapa
yang tinggal di negeri kafir, ikut
merayakan Nairuz dan Mihrajan
(hari raya orang majusi), dan meniru
kebiasaan mereka, sampai mati
maka dia menjadi orang yang rugi
pada hari kiamat.
Kedua, turut memeriahkan tradisi
non muslim yang menjadi ciri khas
mereka, menandakan bahwa
sejatinya dirinya belum sepenuhnya
membenci kekufuran. Sehingga
sampai dalam acara yang dibentuk
karena latar belakang agama, dia
masih turut campur mendukungnya.
Karena itulah, Allah menyebutkan
bahwa diantara sikap ibadur rahman
(hamba Allah yang sejati), mereka
tidak menoleh sedikitpun dengan
perayaan semacam ini. Allah
berfirman, Serta orang-orang yang
tidak menyaksikan Az-Zur.. (QS. Al-
Furqan: 72).
Mujahid dalam tafsirnya
mengatakan, Az-Zur adalah hari
raya orang musyrik. Demikian pula
keterangan yang disampaikan Ar-
Rabi bin Anas, Al-Qadhi Abu Yala,
dan Ad-Dhahak (Iqtidha Shiratal
Mustaqim, 1/380). Disamping itu,
turut memeriahkan perayaan non
muslim merupakan bentuk loyalitas
kepada mereka. Padahal Allah
melarang keras kaum muslimin
untuk memberikan loyalitas kepada
non muslim.
Allah berfirman, Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian
menjadi orang yahudi dan nasrani
sebagai kekasih (yang diberi
loyalitas). Sebagian mereka menjadi
kekasih bagi sebagian yang lain.
Siapa yang memberikan loyalitas
kepada mereka berarti dia bagian
dari mereka. (QS. Al-Maidah: 51).
Andapun tentu paham, turut
menyambut dengan gembira dan
memeriahkan hari raya imlek
termasuk bukti adanya loyalitas dan
kecintaan terhadap tradisi tersebut.
Ketiga, untuk disebut memeriahkan
hari raya orang kafir, tidak harus
denagn mengikuti ritual mereka.
Sebatas turut merasa gembira,
senang, dan bahagia dengan
kehadiran perayaan orang kafir,
sudah bisa dianggap bentuk
memeriahkan hari raya mereka.
Sekali lagi, meskipun isinya hanya
main-main, bergembira-ria, tanpa
ada ritual apapun.
Sebagai perbandingan, mari kita
simak keterangan Anas bin Malik,
ketika Nabi shallallahu alaihi wa
sallam tiba di Madinah, Ketika Nabi
shallallahu alaihi wa sallam datang
di kota Madinah, penduduk kota
tersebut merayakan dua hari raya,
Nairuz dan Mihrajan. Menyadari hal
ini, beliau bersabda di hadapan
penduduk madinah, Saya mendatangi
kalian dan kalian memiliki dua hari
raya, yang kalian jadikan sebagai
waktu untuk bermain. Padahal Allah
telah menggantikan dua hari raya
terbaik untuk kalian; Idul Fitri dan
Idul Adha. (HR. Ahmad, Abu Daud,
Nasai dan yang lainnya).
Nairuz adalah perayaan tahun baru
masyarakat persia, sementara
Mihrajan adalah perayaan
menyambut musim panen. Perayaan
Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan
penduduk madinah, isinya hanya
bermain-main dan makan-makan.
Sama sekali tidak ada unsur ritual
sebagaimana yang dilakukan orang
majusi, sumber asli dua perayaan
ini. Meskipun demikian, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam tetap
melarangnya. Padahal mereka sama
sekali tidak melakukan ritual apapun
pada hari raya itu. Sebagai gantinya,
Allah berikan dua hari raya terbaik:
Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk itu, turut bergembira dengan
perayaan orang kafir, meskipun
hanya bermain-main, tanpa
mengikuti ritual keagamaannya,
hukumnya telarang, karena termasuk
turut mensukseskan acara mereka.
Setelah memahami hal ini, dengan
alasan apalagi kita ikut-ikutan
memeriahkan perayaan imlek?
0 Response to "Siapa Bilang Imlek bukan Ritual Agama?"
Posting Komentar