Nabi Nuh dan Penyimpangan Akidah Pertama

Kenabian Idris AS diteruskan oleh Nabi Nuh AS yang tumbuh dan besar di tanah Irak. Nabi Nuh diutus Allah untuk mengeluarkan umatnya dari kesesatan dan kezaliman menuju jalan yang penuh petunjuk dan cahaya. Atlas Sejarah Nabi dan Rasul (2007) menyebutkan,

penyimpangan kaum Nuh AS merupakan penyimpangan akidah pertama di muka bumi. Sebagaimana disebutkan Ibnu Jarir al-Thabari, “Pada periode antara Adam dan Nuh itu ada satu kaum yang saleh. Mereka memiliki pengikut yang meneladani mereka. Setelah orang-orang saleh itu me ninggal dunia, para sahabat (peng ikut) yang meneladani mereka berkata, ‘Seandainya kita meng gambar mereka, akan lebih membuat kita rindu untuk beribadah’.”

Setelah mereka ini mati, muncullah generasi berikutnya yang menjadi sasaran iblis. Singkatnya, generasi yang lahir setelahnya menyalahartikan penggambaran orang-orang saleh tersebut dan menjadikan arca-arca serta berhala sebagai sembahan mereka selain Allah. Selama 950 tahun, Nabi Nuh as berdakwah sebagaimana difirmankan Allah dalam Alquran surah al-Ankabut ayat 14.

Dari seruan Nabi Nuh itu, hanya segolongan kecil yang beriman sementara sekelompok besar lainnya tetap kafir. Hingga akhirnya, Nabi Nuh menghadapkan diri kepada Allah dan berdoa, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (QS Nuh: 26)

Allah lalu memerintahkannya membuat perahu sebagai media penyelamat dirinya dan kaumnya yang beriman karena Allah akan menurunkan badai dan bencana air bah kepada mereka. Kisahnya terangkum dalam Alquran surah Hud ayat 38-44.

Maka, topan dan banjir besar yang dijanjikan Allah menimpa serta memusnahkan kaum Nabi Nuh. Allah menyelamatkan Nuh dan pengikutnya yang beriman ketika perahu yang mereka tumpangi terdampar di atas Gunung Judi di sebuah tempat yang dinamakan Jazirah Ibnu Umar, bagian timur Turki sekarang (Gunung Ararat). Catatan kuno mengenai hal ini menyebutkan, peristiwa banjir besar itu terjadi di wilayah Irak Selatan pada masa akhir tahun 3000 SM.

Dari generasi kaum Nabi Nuh AS yang selamat dari banjir besar, muncul periode para kabilah Arab yang berkuasa di bagian selatan Jazirah Arab. Mereka adalah kaum ‘Ad, yang menetap di antara wilayah al-Rub’u al-Khali dan Hadramaut.

Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surah al-A’raaf ayat 69, “Dan, ingatlah oleh kamu sekalian pada waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nabi Nuh itu).”

Kaum ‘Ad membangun rumah- rumah yang kokoh dan mendirikan benteng-benteng sehingga berdiri peradaban material yang belum pernah ada sebelumnya. Para sejarawan modern menjelaskan, kota tersebut berisi istana-istana megah yang tinggi menjulang dihiasi permata serta dikelilingi tembok-tembok tinggi.

Semua kenikmatan itu menenggelamkan kaum ‘Ad dalam kesenangan-kesenangan fisik dan syahwat dunia sehingga mereka menyembah tiga berhala, yakni Shada, Shamud, dan Haba. Allah lalu mengutus Nabi Hud AS untuk memberikan petunjuk kepada kaum yang telah menyekutukan Allah tersebut. Alquran surah as- Syu’araa’ menjadi hujjah tentang kaum ini.

Nabi Hud mengajak mereka dengan cara dan media yang baik, tetapi ditantang dan direndahkan oleh kaum ‘Ad. Maka, Allah menjatuhkan kemurkaan-Nya dengan menahan hujan selama tiga tahun, sampai kesulitan dan bencana mencapai puncaknya. Setelah itu, turunlah perintah untuk menimpakan siksa yang pedih setelah Allah menyelamatkan Nabi Hud AS dan orang-orang beriman yang bersamanya.

Siksaan tersebut seperti disebutkan dalam surah al-Ahqaaf ayat 24-25, yaitu air hujan mendatangi kaum ‘Ad dalam bentuk gumpalan awan. Awan yang membawa azab tersebut menghancurkan segala sesuatu hingga hanya meninggalkan bekas-bekas tempat tinggal mereka.

0 Response to "Nabi Nuh dan Penyimpangan Akidah Pertama"

Posting Komentar

visitor


How Many People Visit
How Many People Visit