Kamis, 26 Januari 2017
Nabi Dan Rasul
Nabi Nuh dan Penyimpangan Akidah Pertama
Kenabian Idris AS diteruskan oleh
Nabi Nuh AS yang tumbuh dan
besar di tanah Irak. Nabi Nuh
diutus Allah untuk mengeluarkan
umatnya dari kesesatan dan
kezaliman menuju jalan yang
penuh petunjuk dan cahaya.
Atlas Sejarah Nabi dan Rasul
(2007) menyebutkan,
penyimpangan kaum Nuh AS
merupakan penyimpangan akidah
pertama di muka bumi.
Sebagaimana disebutkan Ibnu Jarir
al-Thabari, “Pada periode antara
Adam dan Nuh itu ada satu kaum
yang saleh. Mereka memiliki
pengikut yang meneladani mereka.
Setelah orang-orang saleh itu me
ninggal dunia, para sahabat (peng
ikut) yang meneladani mereka
berkata, ‘Seandainya kita meng
gambar mereka, akan lebih
membuat kita rindu untuk
beribadah’.”
Setelah mereka ini mati, muncullah
generasi berikutnya yang menjadi
sasaran iblis. Singkatnya,
generasi yang lahir setelahnya
menyalahartikan penggambaran
orang-orang saleh tersebut dan
menjadikan arca-arca serta
berhala sebagai sembahan mereka
selain Allah. Selama 950 tahun,
Nabi Nuh as berdakwah
sebagaimana difirmankan Allah
dalam Alquran surah al-Ankabut
ayat 14.
Dari seruan Nabi Nuh itu, hanya
segolongan kecil yang beriman
sementara sekelompok besar
lainnya tetap kafir. Hingga
akhirnya, Nabi Nuh menghadapkan
diri kepada Allah dan berdoa, “Ya
Tuhanku, janganlah Engkau biarkan
seorang pun di antara orang-orang
kafir itu tinggal di atas bumi.” (QS
Nuh: 26)
Allah lalu memerintahkannya
membuat perahu sebagai media
penyelamat dirinya dan kaumnya
yang beriman karena Allah akan
menurunkan badai dan bencana air
bah kepada mereka. Kisahnya
terangkum dalam Alquran surah
Hud ayat 38-44.
Maka, topan dan banjir besar yang
dijanjikan Allah menimpa serta
memusnahkan kaum Nabi Nuh.
Allah menyelamatkan Nuh dan
pengikutnya yang beriman ketika
perahu yang mereka tumpangi
terdampar di atas Gunung Judi di
sebuah tempat yang dinamakan
Jazirah Ibnu Umar, bagian timur
Turki sekarang (Gunung Ararat).
Catatan kuno mengenai hal ini
menyebutkan, peristiwa banjir
besar itu terjadi di wilayah Irak
Selatan pada masa akhir tahun
3000 SM.
Dari generasi kaum Nabi Nuh AS
yang selamat dari banjir besar,
muncul periode para kabilah Arab
yang berkuasa di bagian selatan
Jazirah Arab. Mereka adalah kaum
‘Ad, yang menetap di antara
wilayah al-Rub’u al-Khali dan
Hadramaut.
Hal itu sesuai dengan firman Allah
dalam surah al-A’raaf ayat 69,
“Dan, ingatlah oleh kamu sekalian
pada waktu Allah menjadikan
kamu sebagai pengganti-pengganti
(yang berkuasa) sesudah
lenyapnya kaum Nuh dan Tuhan
telah melebihkan kekuatan tubuh
dan perawakanmu (daripada kaum
Nabi Nuh itu).”
Kaum ‘Ad membangun rumah-
rumah yang kokoh dan mendirikan
benteng-benteng sehingga berdiri
peradaban material yang belum
pernah ada sebelumnya. Para
sejarawan modern menjelaskan,
kota tersebut berisi istana-istana
megah yang tinggi menjulang
dihiasi permata serta dikelilingi
tembok-tembok tinggi.
Semua kenikmatan itu
menenggelamkan kaum ‘Ad dalam
kesenangan-kesenangan fisik dan
syahwat dunia sehingga mereka
menyembah tiga berhala, yakni
Shada, Shamud, dan Haba. Allah
lalu mengutus Nabi Hud AS untuk
memberikan petunjuk kepada
kaum yang telah menyekutukan
Allah tersebut. Alquran surah as-
Syu’araa’ menjadi hujjah tentang
kaum ini.
Nabi Hud mengajak mereka dengan
cara dan media yang baik, tetapi
ditantang dan direndahkan oleh
kaum ‘Ad. Maka, Allah
menjatuhkan kemurkaan-Nya
dengan menahan hujan selama
tiga tahun, sampai kesulitan dan
bencana mencapai puncaknya.
Setelah itu, turunlah perintah untuk
menimpakan siksa yang pedih
setelah Allah menyelamatkan Nabi
Hud AS dan orang-orang beriman
yang bersamanya.
Siksaan tersebut seperti
disebutkan dalam surah al-Ahqaaf
ayat 24-25, yaitu air hujan
mendatangi kaum ‘Ad dalam
bentuk gumpalan awan. Awan yang
membawa azab tersebut
menghancurkan segala sesuatu
hingga hanya meninggalkan
bekas-bekas tempat tinggal
mereka.
0 Response to "Nabi Nuh dan Penyimpangan Akidah Pertama"
Posting Komentar